menyirih tradisi papua

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
A. Latar Belakang
sumber;


 Tradisi adalah sesuatu yang dilakukan sejak dahulu. Tradisi telah menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok. Hal yang paling penting dalam suatu tradisi adalah adanya informasi secara turun-temurun baik lisan maupun tertulis. Perilaku masyarakat seringkali dipengaruhi oleh kebudayaan atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri. Salah satu faktor kebudayaan yang ditemui dalam masyarakat yaitu kebiasaan menyirih. Menyirih merupakan proses meramu campuran dari beberapa bahan seperti sirih, pinang, kapur dan gambir yang kemudian dikunyah secara bersamaan. Beberapa daerah juga menambahkan tembakau dalam campuran bahan menyirih.Adapun masalahgigi yang ditimbulkan setelah menyirih adalah stain, karang gigi, kerusakan jaringan periodontaldan halitosis. Dalam hal ini, stain berasal dari oksidasi polifenol pada buah pinang (Andriani, 2005), biji buah pinang yang digunakan untuk menyirih mengadung fenolik, kandungan ini relatif tinggi. Kombinasi kapur sirih dengan buah pinang akan menyebabkan kondisi Ph alkali (Sinuhaji, 2010).

 B. Identifikasi Masalah

Masyarakat Indonesia sudah sejak lama mengenal perilaku menyirih. Mereka yakin bahwa menyirih dapat menguatkan gigi, menyembuhkan luka kecil di mulut, menghilangkan bau mulut, menghentikan pendarahan gusi, dan sebagai obat kumur. Daun sirih juga digunakan sebagai antimikroba terhadap Streptococcus mutans yang merupakan bakteri yang paling sering mengakibatkan kerusakan pada gigi (Astuti dkk, 2007). Adapun masyarakat merasakan dampak positif dan negative dari perilaku menyirih. Dampak positif yang dirasakan saat menyirih yaitu, tubuh terasa segar, bau mulut menjadi hilang, gigi terasa kuat. Sedangkan dampak negatif yaitu, lidah terasa tebal, luka pada pinggiran mulut dan lidah, pusing, dan merasa ketagihan. Penelitian Siagian (2012) menyatakan bahwa sebagian besar masyarakat Papua di Manado memiliki penumpukan plak pada gigi serta perubahan warna gigi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andriyani (2005) yang menyatakan bahwa menyirih dapat membentuk stein atau perubahan warna pada gigi. Perubahan tersebut diakibatkan oleh oksidasi polifenol dari buah pinang. Selain hal tersebut, menyirih juga mengakibatkan atrasi dan abrasi yang disebabkan oleh gambir dan kapur.

 C. Penyebab
 Masyarakat suku asli Papua melakukan perilaku menyirih karena adanya kepercayaan yang diwariskan turun temurun oleh para luhur. Frekuensi menyirih yang dilakukan oleh masyarakat suku asli Papua yaitu > 2 kali dalam sehari, dengan mengkonsunsi lebih dari dua buah pinang dengan usia lama meyirih > 5 tahun.

 D. Alternatif Pemecahan Masalah :
1. Promotif : Melakukan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut ( tentang efek menyrih serta caramenjaga kebersihan gigi dan mulut).
2. Preventif : Menggosok gigi secara teratur, pembersihan stain dan scalling, kumur airputih setelah menyirih.

Artikel Lainnya:

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :